BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena
selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga
berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi
yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha
berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis
tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama
krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan
pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil
produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan
perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat
berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan
pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusianya.
Menempatkan usaha mikro kecil dan
menengah sebagai sasaran utama pembangunan harus dilandasi komitmen dan
koordinasi yang baik antara pemerintah, pembisnis dan lembaga non bisnis serta
masyarakat setempat dengan menerapkan strategi Agresif yang berbasis pada
ekonomi jaringan (Kemitraan); Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah
keseluruhan dengan cara memberi dukungan positif dan nyata terhadap pengembangan sumber daya manusia (pelatihan
kewirausahaan), teknologi, informasi, akses pendanaan serta pemasaran,
Perluasan pasar ekspor, merupakan indikator keberhasilan membangun iklim usaha
yang berbasis kerakyatan.
2.
Rumusan Masalah
Yang
menjadi rumusan masalah dalam pembahasan yang ada dalam makalah ini adalah :
1. Apa
saja Pengertian dari Usaha Kecil dan Menengah dan Kriteria UKM menurut Lembaga
dan Negara Asing ?
2. Permasalahan
apa saja yang Dihadapi UKM dewasa ini ?
3. Apa
dan bagaimana Upaya untuk Pengembangan Peranan UKM kedepan?
3. Tujuan penulisan
Tujuan dari pada penulisan makalah
ini adalah sebagai nilai tugas bagi mahasiswa yang terbagi dalam beberapa
kelompok pada mata kuliah Manajemen Koperasi dan UMKM dan sebagai pendalaman
materi bagi mahasiswa terhadap pembahasan yang menyangkut Usaha Kecil dan
Menengah (UKM).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Makalah yang yang penulis sajikan
ini mengambil telaah pustaka dari sedikit pembahasan dalam Studium Generale
dengan topik “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia”, di STIE Kerja
Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000. Seminar “A Quest for Industrial District”
yang diselenggarakan oleh Kelompok Diskusi Pascasarjana Ilmu-ilmu Ekonomi UGM,
Yogyakarta, 1 Desember 2000.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
industrialisasi di Indonesia sejak Pelita I hingga saat ini telah mencapai
hasil yang diharapkan. Setidaknya industrialisasi telah mengakibatkan
transformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral
di Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses transformasi
struktural yang terjadi di berbagai negara, di mana terjadi penurunan
kontribusi sektor pertanian (sering disebut sektor primer), sementara
kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat.
Tetapi
disamping hal yang demikian dari sektor masyarakat rendah perlu adanya sebuah
wadah bagi mereka agar dapat menampung pangsa pasar dari dunia ekonomi modern,
sehingga perlu adanya Usaha Kecil Dan Menengah (UKM).
Keragaman
Pengertian UKM
1. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun
1998
Pengertian Usaha Kecil Menengah:
Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara
mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah
dari persaingan usaha yang tidak sehat.
2.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengertian Usaha Kecil Menengah:
Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan
entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
3. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan
Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994
Pengertian Usaha Kecil Menengah:
Didefinisikan sebagai perorangan atau
badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau
omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari :
a. Bidang
usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi )
b. Perorangan ( Pengrajin/industri rumah tangga,
petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa
)
4. Menurut UU No 20 Tahun 2008
Pengertian Usaha Kecil Menengah:
Undang undang tersebut membagi kedalam dua pengertian yakni:
Usaha Kecil adalah entitas yang
memiliki kriteria sebagai berikut :
-
Kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
-
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan
Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :
-
Kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
-
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Usaha Kecil dan Menengah disingkat
UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no.
99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang
berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan
usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang
tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No.
9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai,
atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
a.
Usaha Kecil
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang republik indonesia nomor 20 tahun 2008
tentang usaha mikro, kecil dan menengah
Sebenarnya selain pengertian diatas
sebelumnya Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut
Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki
kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak
Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat
Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah
tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah pekerjanya, yaitu:
(1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan
pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4)
industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250).
Kendati beberapa definisi mengenai
usaha kecil namun agaknya usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir
seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang
administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan
yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta
memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994)
menunjukkan hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta
orang yang meliputi 15, 635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan
tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga
kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang
memiliki tenaga kerja tetap.
Kedua,
rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga
mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau
sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan
rentenir.
Ketiga,
sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak
sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang
tidak berakta notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan perorangan berakta
notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badan hukum (PT/NV, CV,
Firma, atau Koperasi).
Keempat,
dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari
seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman
dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam
(ISIC36), industri tekstil (ISIC32), dan industri kayu,bambu, rotan, rumput dan
sejenisnya termasuk perabotan rumahtangga (ISIC33) masing-masing berkisar
antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada.[1]
Beberapa
Karakteristik Usaha Kecil adalah:
Jenis barang/komoditi yang
diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah; Lokasi/tempat usaha
umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
Pada
umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan
perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat
neraca usaha; Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP; Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira
usaha; Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; Sebagian
besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business
planning.
Contoh Contoh Usaha Kecil
Usaha tani sebagai pemilik tanah
perorangan yang memiliki tenaga kerja; Pedagang dipasar grosir (agen) dan
pedagang pengumpul lainnya; Pengrajin industri makanan dan minuman, industri
meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian
jadi dan industri kerajinan tangan; Peternakan ayam, itik dan perikanan;
Koperasi berskala kecil.
b.
Usaha menengah
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan.[2]
Ciri-ciri
usaha menengah :
Pada umumnya telah memiliki
manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern,
dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian
pemasaran dan bagian produksi; Telah melakukan manajemen keuangan dengan
menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing
dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
Telah melakukan aturan atau
pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan
kesehatan dll; Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin
tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan; Pada umumnya telah
memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menengah :
Jenis atau macam usaha menengah
hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara
merata, yaitu: Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala
menengah; Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor; Usaha jasa EMKL
(Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar
proponsi; Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam; Usaha
pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan. Peluang usaha kecil
menengah selalu saja mendapat porsi besar dalam republik ini.
2. Unsur UKM
Ada
3 jenis usaha yang bisa dilakukan oleh UKM untuk menghasilkan laba yaitu :
·
Usaha Manufaktur
Adalah usaha yang mengubah input
dasar menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen, contohnya adalah
konveksi yang menghasilkan pakaian jadi atau pengrajin bambu yang menghasilkan
mebel , hiasan rumah , souvenir dan sebagainya.
·
Usaha Dagang
Adalah usaha yang menjual produk
kepada konsumen. Contohnya adalah pusat jajanan tradisional yang menjual segala
macam jajanan tradisional atau toko kelontong yang menjual semua kebutuhan
sehari-hari.
·
Usaha Jasa
Adalah usaha yang menghasilkan jasa
, bukan menghasilkan produk atau barang untuk konsumen. Sebagai contoh adalah
jasa pengiriman barang atau warung internet ( warnet ) yang menyediakan alat
dan layanan kepada konsumen agar mereka bisa browsing, searching, blogging atau
yang lainnya.
Keunggulan
Usaha Kecil dan Menengah adalah :
Beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dibandingkan
dengan usaha besar antara lain :
·
Inovasi dalam teknologi yang dengan
mudah terjadi dalam pengembangan produk.
·
Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam
perusahaan kecil.
·
Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan
diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan
perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis.
·
Terdapat dinamisme manajerial dan
peranan kewirausahaan.
Berikut
ini adalah Peraturan tentang UKM menurut undang-undang
1. UU
No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP
No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan
Usaha Menengah
5. Keppres
No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang
Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres
No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7. Permenneg
BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
8. Permenneg
BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah
3. Definisi dan Kriteria UKM menurut Lembaga dan
Negara Asing
Pada prinsipnya definisi dan
kriteria UKM di negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut
: (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut
adalah kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lembaga asing.
1.
World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. Medium Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
b. Small Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
c. Micro Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2.
Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang
saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $
15 juta.
3.
Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan
yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal
pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Small Industry (SI)
Dengan
kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M
$ 500 ribu
c. Medium Industry (MI)
Dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang
atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
4.
Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
a.
Mining and manufacturing
Dengan
kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai
sejumlah US$2,5 juta.
b.
Wholesale
Dengan
kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$
840 ribu
d. Retail
Dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54
orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu
e. Service
Dengan
kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$
420 ribu
4. Korea Selatan mendefinisikan UKM sebagai
usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60
juta.
6.
European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a.
Medium-sized Enterprise, dengan kriteria :
·
Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
·
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
·
Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta
b.
Small-sized Enterprise, dengan kriteria :
·
Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
·
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10
juta
·
Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta
c.
Micro-sized Enterprise, dengan kriteria :
·
Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
·
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2
juta
·
Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta
4. Klasifikasi UKM
Dalam perspektif perkembangannya,
UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1.
Livelihood Activities
Merupakan UKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor
informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2.
Micro Enterprise
Merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin
tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3.
Small Dynamic Enterprise
Merupakan
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan
subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise
Merupakam UKM yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
5.
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang
dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi :
a.
Faktor Internal
1.
Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama
yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM,
oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan
atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga
keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan
teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi
hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak
semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh
secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen
pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal.
Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif
sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya
saing produk yang dihasilkannya.
3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya
merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas
dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.
Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta
didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.
4.
Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam
setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha
UKM itu sendiri.Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus
berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil
risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di
daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi
penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
5.
Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara
generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak
informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak
yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan
kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
b.
Faktor Eksternal
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya
dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB),
penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta
keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap
brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu
dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi
indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun
sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan
UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan
yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan
pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM
adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang
seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan
biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini
sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai
tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan
dari para pengusaha besar.
2.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan
prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung
kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM
kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan
karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3.
Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau
lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM
karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi
sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau
setiap bulan.
4.
Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32
Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap
pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan
pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya
saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang
menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan
usahanya di daerah tersebut.
5.
Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA
yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap
usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini,
mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan
efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar
global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan
(ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu
ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non
Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu
bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6.
Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil
memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian
dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan
UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7.
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan
menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif
baik di pasar nasional maupun internasional.
8.
Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga
menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang
diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari
produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas.
Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM
untuk menembus pasar
6. Mengapa usaha kecil perlu dikembangkan?
Sejak tahun 1983, pemerintah secara
konsisten telah melakukan berbagai upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian
struktural dan restrukturisasi perekonomian. Kendati demikian, banyak yang
mensinyalir deregulasi di bidang perdagangan dan investasi tidak memberi banyak
keuntungan bagi perusahaan kecil dan menengah; bahkan justru perusahaan besar
dan konglomeratlah yang mendapat keuntungan. Studi empiris membuktikan bahwa
pertambahan nilai tambah ternyata tidak dinikmati oleh perusahaan skla kecil,
sedang, dan besar, namun justru perusahaan skala konglomerat, dengan tenaga
kerja lebih dari 1000 orang, yang menikmati kenaikan nilai tambah secara
absolut maupun per rata-rata perusahaan.[3]
7.
Peranan UKM
Peranan UKM menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua
departemen:
1.
Departeman Perindustrian dan Perdagangan
2.
Deparetemen Koperasi dan UKM
Namun demikian usaha pengembangan
yang dilaksanakan belum, terlihat hasil yang memuaskan, kenyataanya kemajuan
UKM masih sangat kecil dibandingkan dengan usaha besar.
Kegiatan UKM meliputi berbagai
kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak
disektor pertanian. UKM juga mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional, oleh karna itu selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga juga berperan dalam pendistribusian hasil hasil
pembangunan. Kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti:
·
Perizinan
·
Tekhnologi
·
Struktur
·
Manajeman
·
Pelatihan
·
Pembiayaan
8.
Upaya untuk Pengembangan UKM
Perlu
diupayakan hal-hal berikut:
a.
Penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan mengusahakan keamanan berusaha dan
ketentraman serta penyederhanaan prosedur perizinan usaha, keringanan pajak
dsb.
b.
Perlindungan usaha jenis jenis tertentu Terutama jenis usaha tradisional yang
merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatakan perlindungan dari
pemerintah baik melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah.
c.
Mengembangkan Promosi untuk lebih mempercepat
kemitraan antara UKm dengan usaha-usaha besar.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari paparan makalah ini kita dapat
menyimpulkan begitu banyak manfaat dan peranan yang bisa diambil dari adaya
usaha kecil dan menengah (UKM) meliputi Peranan UKM dalam perekonomian
tradisional di akui sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UKM
terhadap lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan
dan sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur atau nonmigas. Terdapat
beberapa alasan pentingnya pengembangan UKM Fleksibilitas dan adaptabilitas UKM
dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Relevansi UKM dengan proses-proses
desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjangnya integritas kegiatan pada
sektor ekonomi yang lain. Potensi UKM dalam menciptakan dan memperluas lapangan
kerja. Yang berperan dalam jangka panjang sebagai basis untuk mencapai
kemandirian pembangunan ekonomi karna UKM umumnya diusahakan pengusaha dalam
negeri dengan menggunakan kandungan impor yang rendah.
UKM berada dalam suatu lingkungan
yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti
bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep
pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha
(termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan
secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi
nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama
pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat
bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu,
Anggito (1994), "Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerat",
makalah dalam Seminar Nasional
"Mencari Keseimbangan Antara Konglomerat dan Pengusaha Kecil-Menengah di
Indonesia: Permasalahan dan Strategi", Dies Natalis STIE Widya Wiwaha,Yogyakarta,
30 April.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Kuncoro & Abimanyu, 1995
http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-umkm
http://infoukm.wordpress.com/
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/…/31013-3-478126269633.doc.
Las Vegas casino nears casino, mask, and mask - JTHub
BalasHapusJTHub: Hotel, Casino, Resort, 동해 출장안마 and Spa, 충청남도 출장마사지 Las Vegas 제주도 출장샵 (LasVegas) 광주광역 출장마사지 · Best Price (Room Rates) Guarantee ➤ Book online INR 2 OFF! 영주 출장샵