BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Strategi
utama dalam pemasaran global berkenaan dengan proses segmentasi, penepan pasar sasaran, dan
positioning produk sedemikian rupa,
sehingga produk peusahaan dipersepsikan unik dan unggul dibandingkan produk para pesaing. Selain itu,
penentuan merek global juga merupakan keputusan kritis yang dalam banyak
kasus pada kesuksesan perusahan global
dalam jangka panjang.
Dalam
konteks pemasaran global, segmentasi pasar merupakan upaya mengidentifikasi dan
mengkategorisasi kelompok pelanggan dan negara berdasarkan berbagai
karakteristik yang berpengaruh pada reaksi kelompok bersangkutan terhadap
stimulus pemasaran. Targeting adalah proses pengevaluasi segmen pasar dan
memusatkan upaya pemasaran pada negara, kawasan atau kelompok orang yang
memiliki potensi signifikan untuk bereaksi secara positif terhadap stimulus
pemasaran dari perusahaan. Proses targeting mencerminkan kenyataan bahwa
perusahan harus mengidentifikasi pelanggan yang dapat diakses dan dilayani secara
efektif dan efisien. Dalam bab ini, pembahasan akan dipusatkan pada aspek STP
(Segmentation, Targeting, Positioning) dan branding dalam konteks pemasaran
global.
B. Rumusan
Masalah?
1. Apa penjelesan tentang pasar Multidomestik versus
pasar global?
2. Bagaimana Gambaran umum pasar global?
3. Bagaimana Segmentasi Global?
4. Apa penjelasan tentang Global Targeting?
5. Apa Penjelasan tentang Positioning?
6. Apa penjelasan tentang Global Branding?
7. Apakah yang dimaksud dengan Local Brands versus
Global Brands?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengerti tentang penjelasan
pasar multidomestik versus pasar global
2. Agar mahasiswa dapat mengerti tentang gambaran
umum pasar global
3. dapat mengetahui tentang segmentasi global
4. dapat mengetahui penjelasan tentang global
targeting
5. agar mahasiswa dapat mengerti tentang positioning
6. agar mahasiswa dapat mengerti tentang Global
Branding
7. dapat mengetahui tentang local brands versus
global brands
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pasar Multidomestik versus Pasar Global
Konsumen
di negara yang berbeda cenderung berpikir, berbicara, dan produk penting sikap,
dan norma sosial juga bervariasi antar negara. Seberapa penting persepsi
terhadap kualitas, sikap terhadap produk buatan luar negeri, dan sejauh mana konsumen
cenderung mematuhi norma-norma sosial, berpengaruh besar terhadap perbedaan
proses pembelian yang di lakukan oleh konsumen diberbagai negara. Contonya,
konsumen australia mulai cenderung menyukai produk buatan dalam negeri yang
dilabeli “Australian-made”, “Australian-owned”, dan sejenisnya. Sementara itu,
konsumen di banyak negara berkembang cenderung lebih menyukai produk-produk
buatan luar negeri, terutama dari Amerika, Jepang, Inggris, Jerman, dan negara
maju lainnya.
Selain
itu, preferensi dalam hal warna, rasa, bentuk, ukuran, dan sejenisnya juga
berbeda-beda antar budaya. Perbedaan dalam hal tradisi, budaya, dan fashion ini
melandasi konsep pasar multidomestik (multidomestic markets). Konsep yang
pertama kali dikemukakan oleh Hout, Porter dan Rudden (1982) ini dapat
didefinisikan sebagai “pasar-pasar produk yang memilki perbedaan signifikan
dalam hal pereferensi dan tuntutan fungsional konsumen lokal”. Kategori produk
yang umumnya termasuk dalam tipe pasar multidomestik meliputi makanan, minuman,
pakaian, dan hiburan. Dalam ketegori seperti ini, banyak konsumen yang lebih
menyukai variasi produk lokal (domestik).
Pasar
multidomestik mencerminkan variasi faktor budaya, religius, sosial, sumber daya
alam, dan iklim. Implikasinya, perusahaan yang ingin memasarkan produknya di
pasar multidomestik harus mampu mengadaptasi produk dan jasanya sesuai dengan
tuntutan kebutuhan dan preferensi lokal di masing-masing negara yang dimasuki.
Adaptasi yang dilakukan bisa berupa perubahan kandungan gula dan garam (produk
makanan), corak warna dan bentuk kemasan (makanan dan minuman), ukuran
(pakaian), dan seterusnya.
Sementara
itu, pasar global juga berkembang pada saat bersamaan. Banyak pasar produk yang
tidak bersifat multidomestik, terutama pada kategori produk yang memilki
kandungan teknologi tinggi, misalnya mobil, televisi, komputer personal, dan
telepon genggam. Preferensi konsumen pada kategori produk semacam itu
tidakdibentuk oleh tradisi, iklim, maupun nilai kultural dasar, namun lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan keinginan individual.
Implikasinya, segmentasi berdasarkan negara lebih cocok untuk pasar
multidomestik, sementara untuk pasar global hal itu cenderung tidak terlalu
relevan.
Pasar
global (global markets) bisa didefinisikan sebagai “pasar yang memiliki
kesamaan preferensi konsumen di antara berbagai negara”. Di dalam negara yang
sama, bisa jadi terdapat berbagai macam segmen konsumen yang memiliki
preferensi berbeda-beda, namun batas-batas antar negara bukanlah pemisah segmen
yang signifikan.
B. Gambaran Umum Pasar Global
Sejak
Perang Dunia 2 berakhir, semakin banyak negara yang berminat untuk menjalin
kerja sama ekonomi. Keinginan ini sebenarnya dipicu oleh suksesnya pembentukan
Masyarakat Eropa (European Comunity) yang diilhami oleh perekonomian Amerika.
Ada banyak tingkatan kerja sama ekonomi, mulai dari kesepakatan antara dua atau
lebih negara untuk mengurangi hambatan dagang di antara mereka, sampai
integrasi ekonomi sepenuhnya di antara perekonomian dua atau lebih negara. Contoh
terkenal dari kesepakatan preferensial dalam abad 20 adalah sistem preferensi
British Commonwealth yang melibatkan Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru,
India dan beberapa bekas kolonia Inggris di Afrika, Asia, dan Timur Tengah.
Keputusan Inggris untuk bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa mengakibatkan
pudarnya sistem tersebut dan menggambarkan dinamika kerja sama ekonomi
internasional. Secara garis besar, terdapat empat tingkatan kerja sama dan
integrasi ekonomi.
1.
Free Trade Area.
Kawasan perdagangan bebas (free trade area) merupakan sekelompok negara yang
sepakat untuk menghapus semua hambatan dagang internal di antara anggotanya.
2.
Custom
union. Bentuk integrasi ini merupakan evolusi logis dari kawasan
perdagangan bebas. Selain menghapus hambatan dagang internal, para anggota
customs union sepakat untuk menegakkan hambatan dagang eksternal.
3.
Cammon market.
Dalam common market, hambatan atas aliran faktor produksi (tenaga kerja dan
modal) di antara negara anggota dihapuskan.
4.
Economic union.
Evolusi penuh dari economic union meliputi penciptaan satu bank sentral
tunggal, penggunaan mata uang tunggal, dan kebijakan bersama dalam pertanian,
pelayanan sosial dan kesejahteraan, perkembangan regional, transportasi, pajak,
persaingan, merger, konstruksi dan bangunan, dan seterusnya.
Dalam konteks global, terdapat organisasi WTO (World
Trade Organization) yang berdiri sejak tanggal 1 januari 1995, menggantikan
GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Dengan kantor pusatnya di
Jenewa, WTO bertujuan memfasilitasi perdagangan bebas global dalam sektor
barang dan jasa, serta berperan sebagai mediator netral dalam menyelesaikan
berbagai sengketa dagang global.
C. Segmentasi Global
Segmentasi
pasar adalah proses memlih suatu pasar ke dalam berbagai kelompok pelanggan
yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Setiap kelompok bisa
dipilih sebagai pasar sasaran untuk dilayani dengan strategi pemasaran tersendiri. Proses ini bermula dari penentuan
basis segmentasi, yaitu faktor produk spesifik yang merefleksikan
perbedaan-perbedaan dalam tuntutan pelanggan atau daya tanggap terhadap
variabel pemasaran (di antaranya perilaku pembelian, penggunaan, manfaat yang
dicari, minat, preferensi, atau loyalitas).
Segmentasi
pasar global merupakan proses membagi pasar dunia ke dalam berbagai kelompok
pelanggan yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Bila pula
segmentasi pasar global diartikan sebagai proses mengidentifikasi segmen-segmen
spesifik (baik kelompok negara maupun kelompok konsumen individual) yang
terdiri atas pelanggan potensial dengan atribut-atribut homogen yang mungkin
menunjukkan perilaku pembelian serupa.
Menurut
Theodore Levitt (1983) dalam artikelnya berjudul “ The Globalization of Markets”, dengan dilandasi keinginan untuk
mencari variasi, konsumen di berbagai negara bisa memiliki kebutuhan dan
preferensi yang sama. Akibatnya, terbentuklah apa yang disebut multiple
national markets. Oleh sebab itu, makanan etnis atau regional seperti sushi,
pizza, atau hamburger bisa dibutuhkan di mana-mana. Levittmenyebut tren ini
sebagai “pluralization of consumption”
dan “segment simultaneity” yang
memberikan peluang bagi para pemasar untuk menargetkan segmen dalam skala
global.
Dewasa
ini perusahaan-perusahaan global melakukan segmentasi pasar dunia berdasarkan
salah satu atau beberapa kriteria kunci: geografis, demografis (termasuk
pendapatan nasional dan jumlah populasi), psikografis (nilai, sikap, dan gaya
hidup), karakteristik perilaku, dan manfaat yang dicari (benefits sought). Pasar
nasional juga bisa disegmentasi berdasarkan lingkungannya (misalnya, ada
tidaknya regulasi pemerintah dalam industry tertentu). Cara lain adalah dengan
melakukan segmentasi horizontal berdasarkan kategori pemakai produk.
1. Segmentasi
Geografis
Segmentasi
geografis membagi dunia menjadi kelompok-kelompok geografis, seperti Eropa
Barat, Eropa Timur, Asia Tenggara, Timur Tengah, Amerika Latin, Australia, dan lain sebagainya. Keunggulan
utama segmentasi geografis adalah kedekatannya (proximity), di mana pasar pada
segmen yang sama relatif dekat satu sama lain dan mudah didatangi pada
kunjungan yang sama atau dihubungi dalam zone waktu yang sama. Namun,
segmentasi geografis memiliki keterbatasan pokok, yaitu fakta bahwa beberapa
pasar berada dalam kawasan geografis yang sama tidak lantas berarti bahwa
pasar-pasar tersebut benar-benar sama. Jepang dan Vietnam, misalnya, sama-sama
terletak Asia, namun Jepang berpendapatan tinggi dan teknologi negara
pasca-industri, sementara Vietnam termasuk negara berkembang dengan penghasilan
rendah.Perbedaan antara kedua negara ini justru melebihi kesamaan yang ada. Menurut
Simon (dikutip dalam Keegan 1999), kawasan geografis merupakan basis segmentasi
yang peringkatnya paling rendah dibandingkan kriteria lain seperti aplikasi,
kelompok pelanggan, produk/teknologi, tingkat harga, dan kualitas.
2.Segmentasi
Demografis
Segmentasi
demografis didasarkan pada karakteristik terukur dari populasi, seperti usia,
jenis kelamin, penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan.Sejumlah tren demografis
(seperti semakin sedikit pasangan yang menikah, semakin sedikit jumlah anak
dalam keluarga, perubahan peran perempuan, dan meningkatnya pendapatan serta
standar hidup) merupakan pendorong munculnya segmen global.
Bagi
sebagian besar produk konsumen dan industri, pendapatan nasional merupakan
satu-satunya varibel segmentasi paling penting dan merupakan indikator potensi
pasar. Pendapatan per kapita tahunan sangat bervariasi di pasar dunia, dari
serendah US$90 di Mozambique sampai stinggi US$42,000 di Luxembrug.
Pendekatan tradisional terhadapt segmen
berpenghasilan tinggi, sedang, dan rendah. Perusahaan biasanya menjadikan
negara dengan tingkat pendapatan tertinggi sebagai targetnya.
Banyak
perusahaan global yang juga menyadari bahwa untuk produk-produk yang harganya
cukup rendah (misalnya, rokok, minuman ringan, pulpen, dan beberapa barang
dalam kemasan lainya), jumlah penduduk merupakan variabel segmentasi yang lebih
penting daripada pendapatan. Oleh sebab itu, RRC dan India dengan penduduk masing-masing
1,2 milyar dan 965 juta merupakan pasar sasaran yang atraktif bagi
perusahaan-perusahaan yang menjual produk konsumen dengan harga jual rendah.
Usia
merupakan variabel demografis yang juga tak kalah pentingnya. Salah satu segmen
global berbasis demografis adalah global teenagers, yaitu anak muda berusia
antara 12 dan 19 tahun.
Segmen
global lain yang tak kalah pentingnya adalah global elite, yakni konsumen yang
lebih tua,lebih makmur,banyak berpergian, dan mempunyai uang untuk membeli
produk-produk bergengsi dengan citra eksklusif. Kebutuhan dan keinginan segmen
ini tersebar di antara berbagai kategori produk : barang tahan lama (mobil
lux); barang tidak tahan lama (minuman kelas atas seperti champagne yang
langka); dan jasa finansial (kartu gold dan platinum American express).
Perubahan teknologi dalam telekomunikasi memudahkan untuk membidik segmen elite
global.
3. Segmentasi
Psikografis
Segmentasi psikografis adalah proses pengelompokan orang dalam hal
sikap, nilai, dan gaya hidupnya. Umumnya data diperoleh dari kuesioner yang
meminta responden untuk mengungkapkan sejauh mana mereka setuju dengan sejumlah pernyataan.
4. Segmentasi Perilaku
Segmentasi
perilaku berfokus pada apakah orang membeli dan menggunakan suatu produk atau
tidak, di samping seberapa sering dan berapa banyak yang dipakainya. Dengan
demikian, konsumen bisa dikelompokkan berdasarkan tingkat pemakaian menjadi:
pemakai kelas berat, pemakai sedang, pemakai ringan, dan bukan pemakai.
Konsumen juga bisa disegmentasikan berdasarkan status pemakai menjadi: pemakai
potensial, bukan pemakai, mantan pemakai, pemakai regular, pemakai pertama
kali, dan pemakai produk pesaing.
5. Segmentasi
manfaat
Segmentasi
manfaat global berfokus pada pembilang dari persamaan nilai (value equation):
Value = Benefit/Price. Pendekatan ini dapat memberikan hasil yang memuaskan
melalui pemahaman superior pemasar atas masalah yang dapat diselesaikan oleh
suatu produk atau manfaat yang ditawarkannya, terlepas dari wilayah
geografisnya. Contohnya, Nestle mendapati bahwa sikap para pemilik kucing
terhadap pemberian makan binatang kesayangannya tidak berbeda di mana pun.
Sebagai langkah tindak lanjutnya, dirancang kampanye promosi di seluruh Eropa
untuk Friskies, sebuah merek dry cat food.
6. Segmentasi Vertikal Versus Horizontal
Segmentasi
vertical didasarkan pada kategori produk atau modalitas dan titik harga.
Sebagai contoh, dalam medical imaging terdapat X-ray, Computed Axial Tomography
(CAT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan lain-lain. Setiap modalitas
memiliki titik penetapan harganya masing-masing. Titik harga ini merupakan cara
tradisional dalam mensegmentasikan pasar medical imaging.
D. Global
Targeting
Global
targeting merupakan proses mengevaluasi dan membandingkan segmentasi pasar global,
serta memilih satu atau lebih diantaranya sebagai pasar sasaran yang dinilai
berpotensi paling besar untuk dilayani secara efektif dan efisien.
Penetapan pasar global bisa dilakukan dengan
menggunakan dua kriteria utama, yaitu potensi dan kapabilitas. Potensi
menyangkut enam aspek krusial yang terdiri atas:
(1) Ukuran
dan potensi pertumbuhan pasar ‘sesungguhnya’,
(2) Kemungkinan
akseptansi konsumen,
(3) Struktur
persaingan,
(4) Situasi
lingkungan politik/hukum, ekonomi, dan sosiokultural,
(5) Akses ke
jaringan yang sudah ada; dan
(6)
Ketersediaan mitra local yang kapabel dan bersedia bekerja sama,
sedangkan
kapabilitas berhubungan dengan lima factor:
(1) Kesiapan
memasuki pasar internasional/pengalaman di luar negeri,
(2) Kelangkaan
dan kekritisan kompetensi,
(3) Sumber
daya waktu, manusia, dan kas,
(4)
Attitudinal commitment; dan
(5) Tujuan
(merespon persaingan, aliran kas, pangsa pasar atau volume, dan entri pasar
pendahuluan).
Setelah segmen pasar telah dievaluasi dengan cermat,
perusahaan global perlu menetapkan strategi targeting sesuai dengan kebutuhan.
Ada tiga alternatif strategi positioning yang bisa dipilih, yaitu:
1.
Standardlized Global Marketing. Strategi ini analog dengan pemasaran massal dalam
pemasaran domestic, di mana perusahaan menawarkan bauran pemasaran yang sama
kepada semua pelanggan potensial yang ingin dilayani, maka dibutuhkan
distribusi ekstensif di sebanyak mungkin gerai ritel.
2.
Concentrated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan merancang bauran
pemasaran untuk menjangkau segmen tunggal
dalam pasar global.
3.
Differentiated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan global menargetkan
dua atau lebih segmen pasar yang berbeda dan melayani mereka dengan bauran
pemasaran yang berbeda pula. Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk
mencapai market coverage yang lebih luas.
E. Global Positioning
Pada
prinsipnya, positioning berusaha menempatkan produk dalam benak pelanggan
sasaran sedemikian rupa, sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan
produk pesaing. Posisi yang unik dan unggul ini didapatkan dari berbagai
diferensiasi, seperti: produk (fitur, kinerja, kualitas, daya tahan, dan
seterusnya); layanan (pengantaran, instalasi, layanan purna jual, dan garansi);
personil (reliabilitas, empati, kapabilitas, dan kompetensi); saluran
distribusi (coverage dan jaringan); dan citra (simbolisme, merek, dan reputasi
perusahaan).
Positioning
harus menawarkan manfaat-manfaat tertentu yang diwujudkan dalam proposisi nilai
(value proposition) perusahaan. Proposisi nilai ini terdiri atas 3 manfaat
utama: manfaat fungsional (atribut kinerja), manfaat emosional (citra), dan
manfaat ekonomik (harga). Sementara itu, basis positioning bisa 6 macam:
atribut atau manfaat; kualitas/harga; pemakaian atau aplikasi; pemakai;
high-tech positioning; dan high-touch positioning.
Sebagai contoh, proposisi nilai McDonald’s dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Manfaat
fungsional: hamburger, kentang goreng, minuman ringan, dan makanan lainnya yang
bercita rasa; bonus ekstra seperti tempat bermain, hadiah, dan games;
2.
Manfaat
emosional: bagi anak-anak (rasa senang lewat kebahagiaan pesta ulang tahun,
relasi dengan karakter-karakter tertentu, dan saat-saat istimewa keluarga);
bagi orang dewasa (kehangatan dalam acara-acara dan pengalaman keluarga yang
diperkuat dengan iklan);
3.
Manfaat
ekonomik: biaya rendah, value for money.
Dalam
konteks pemasaran global, muncul masalah berkenaan dengan sejauh mana
positioning nasional bisa diinternasionalisasikan. Hal ini karena merek yang
sama bisa saja memenuhi kebutuhan yang berbeda di pasar negara lain (untuk
segmen pasar yang berbeda), seperti halnya kebutuhan yang sama dapat dipenuhi
dengan berbagai macam cara. Dalam hal ini terdapat empat isu strategic utama:
(1) Segmen
sasaran,
(2) Proporsi
nilai,
(3) Ruang
positioning berdasarkan peta perseptual; dan
(4) Standarisasi versus adaptasi.
Keempat isu ini bisa dijabarkan menjadi beberapa
aspek kunci:
a.
Merek dan produk
yang sifatnya culture free versus culture bound. Pada umumnya, barang konsumen
tergolong culture bound, sedangkan barang industrial termasuk culture free.
b.
Segmentasi, menyangkut
kluster manfaat dan karakteristik profil yang ada.
c.
Prioritas
manfaat yang ditetapkan.
d.
Positioning
pesaing dalam benak konsumen.
e.
Status dan stereotyping
tentang negara asal (country of origin).
F. Global Branding
Seperti
halnya positioning, isu pokok dalam global branding menyangkut standarisasi
(menggunakan satu merek global) versus adaptasi (beberapa merek nasional
berbeda). Penggunaan satu merek global tidak mungkin dilakukan jika:
1.
Namanya sudah
digunakan oleh perusahaan lain. Contohnya, di Australia nama Burger King telah
lebih dulu digunakan oleh sebuah restoran siap saji di perth. Akibatnya,
sewaktu Burger King masuk Australia, nama yang dipakai adalah Hungry Jack.
2.
Nama (dan juga
logo) yang dipakai bisa memiliki konotasi budaya yang berbeda. Sebagai contoh,
Carlsberg harus menambahkan gambar satu ekor gajah lagi pada label birnya yang
semula bergambar dua ekor gajah untuk keperluan iklan di Afrika. Penyebabnya
adalah kepercayaan setempat yang menganggap dua ekor gajah merupakan symbol
nasib buruk.
Ada tuntutan
untuk menerjemahkan nama merek ke dalam bahasa local, misalnya di RRC, jepang,
dan negara-negara lainnya. Secara garis besar, standarisasi merek global maupun
adaptasi merek local memiliki keunggulan dan
kelemahannya masing-masing.
Isu lain tak kalah menariknya adalah
mengembangkan, mengelola, dan mengukur brand equity di masing-masing pasar yang
dimasuki. Brand equity dapat didefinisikan sebagai “serangkaian memori dalam
bentuk pelanggan, anggota saluran distribusi, perusahaan induk, dan anggota
utama lain dari jejaring bisnis merek tertentu yang bisa berdampak pada aliran
kas dan profitabilitas masa datang” (Ambler & Styles, 2000, p. 123). Memori
dalam definisi ini mencakup “procedural memory” (apa yang telah kita pelajari
tentang cara melakukan sesuatu, kebiasaan, dan perilaku) dan “declarative
memory” (apa yang kita ingat).
G. Local Brans Versus Global Brands
Seiring
dengan derasnya arus globalisasi, perusahaan-perusahaan berusaha menciptakan
merek-merek global (global brands) dan secara agresif berupaya mencari
pasar-pasar potensial di seluruh belahan dunia.
Terlepas
dari debat konseptual mengenai istilah merek global, satu hal yang pasti adalah
dampaknya terhadap merek-merek local atau domestic.Merek global biasanya
didukung dengan sejumlah keunggulan, seperti skala ekonomis, lingkup ekonomis,
international recognition, jaringan distribusi global, dan kekuatan finansial
perusahaan pemiliknya. Faktor inilah yang membuat merek-merek global mampu
menerobos banyak pasar di berbagai penjuru dunia. Oleh sebab itu, merek local (local brands) perlu diklasifikasikan
secara lebih sistematis dan akurat. Salah satu tipologi lain yang ditawarkan
adalah klasifikasi berdasarkan dua dimensi utama: asal (origin) dan kepemilikan
(ownership). Empat kategori utama perspektif merek local sebagai berikut:
1. Original
local brands. kategori ini mencakup merek-merek yang berasal dari negara setempat/local
dan dimiliki oleh orang/perusahaan local. Contohnya antara lain rokok Djarum
Super, jamu Nyonya Meneer, Kopi Kapal Api, harian Kompas, harian Kedaulatan
Rakyat, dan seterusnya.
2. Quasi local
brands. Ketegori ini terdiri dari merek-merek yang berasal dari negara
local, namun dimiliki oleh orang/perusahaan asing. Kategori ini terdiri atas
dua bentuk (Tjiptono, 2003). Pertama, original local brands yang dibeli oleh
perusahaan multinasional, tetapi nama merek lokalnya dipertahankan. Sebagai
contoh, air mineral kemasan Ades dibeli The Coca-Cola Company; dan the
sariwangi dibeli PT Unilever Indonesia, Tbk. Kedua, merek local yang
dikembangkan dan dipasarkan secara khusus untuk pasar domestic tertentu oleh
perusahaan multinasional. Contohnya, PT Unilever Indonesia, Tbk. Mengembangkan
dan memasarkan Citra hand and body lotion di pasar Indonesia.
3. Acquired
local brands. Kategori ini meliputi merek-merek yang berasal dari negara
lain, namun dimiliki oleh orang/perusahaan local.
4. Foreign
brands. Kategori ini merupakan kebalikan dari original local brands.
Foreign brands berasal dari luar negeri dan dimiliki orang/perusahaan asing.
Contohnya, Levi’s, McDonald’s, Pepsi,
Adidas, Marlboro, Coca-Cola, dan seterusnya.
Secara
umum, setiap negara (termasuk negara berkembang) memiliki original local brands
yang kuat. Merek-merek semacam ini bukan saja mampu bertahan hidup dalam era
globalisasi dan pasar bebas, tetapi juga memainkan peranan signifikan di pasar
domestiknya masing-masing. Sebagai contoh, tujuh dari sepuluh merek terbaik di
china adalah merek-merek local, di antaranya china telecom, mudan credit cards,
industrial and commercial bank of china, sofu.com, dan legend computers, yang
menempati peringkat lebih tinggi dibandingkan McDonald’s dan Coca-cola
(Asiainfo Daily china news, 2001; Tomkins, 2001). India juga memiliki sejumlah
merek local yang sukses, seperti VIP Industries, UB Group, Thermax, Bajaj Auto,
A.V. Birla Group, dan Arvind Mill (Das, 1997), consumer ethnocentrism
(balabanis, et al., 2001; good & hudleston, 1995; Herche, 1994; netemeyer,
et al., 1991; rawwas, et al., 1996; samiee, 1994; sharma, et al., 1995; shimp
& sharma, 1987), consumer animosity (klein, et al., 1998), dan perceived
brand globalness (steenkamp, et al., 2003).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsumen
di negara yang berbeda cenderung berpikir, berbicara, dan produk penting sikap,
dan norma sosial juga bervariasi antar negara. Seberapa penting persepsi
terhadap kualitas, sikap terhadap produk buatan luar negeri, dan sejauh mana
konsumen cenderung mematuhi norma-norma sosial, berpengaruh besar terhadap
perbedaan proses pembelian yang di lakukan oleh konsumen diberbagai negara.
Segmentasi
pasar global merupakan proses membagi pasar dunia ke dalam berbagai kelompok
pelanggan yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Bila pula
segmentasi pasar global diartikan sebagai proses mengidentifikasi segmen-segmen
spesifik (baik kelompok negara maupun kelompok konsumen individual) yang
terdiri atas pelanggan potensial dengan atribut-atribut homogen yang mungkin
menunjukkan perilaku pembelian serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra Gregorius, Tjiptono, Yanto.2004. Pemasaran
Global : Internasional dan Internetisasi.Yogyakarta:Andi
https://plus.google.com/113063161096821540143/posts/R215CsN4hRP (di akses tgl 22 feb 2018 jam 15.30 wib )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar