Kamis, 25 Oktober 2018

makalah Segmentasi, Targeting, Positioning, Dan Branding Global


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Strategi utama dalam pemasaran global berkenaan dengan proses  segmentasi, penepan pasar sasaran, dan positioning produk sedemikian rupa,  sehingga produk  peusahaan  dipersepsikan unik dan unggul  dibandingkan produk para pesaing. Selain itu, penentuan merek global juga merupakan keputusan kritis yang dalam banyak kasus  pada kesuksesan perusahan global dalam jangka panjang.
            Dalam konteks pemasaran global, segmentasi pasar merupakan upaya mengidentifikasi dan mengkategorisasi kelompok pelanggan dan negara berdasarkan berbagai karakteristik yang berpengaruh pada reaksi kelompok bersangkutan terhadap stimulus pemasaran. Targeting adalah proses pengevaluasi segmen pasar dan memusatkan upaya pemasaran pada negara, kawasan atau kelompok orang yang memiliki potensi signifikan untuk bereaksi secara positif terhadap stimulus pemasaran dari perusahaan. Proses targeting mencerminkan kenyataan bahwa perusahan harus mengidentifikasi pelanggan yang dapat diakses dan dilayani secara efektif dan efisien. Dalam bab ini, pembahasan akan dipusatkan pada aspek STP (Segmentation, Targeting, Positioning) dan branding dalam konteks pemasaran global.
B. Rumusan Masalah?
1. Apa penjelesan tentang pasar Multidomestik versus pasar global?
2. Bagaimana Gambaran umum pasar global?
3. Bagaimana Segmentasi Global?
4. Apa penjelasan tentang Global Targeting?
5. Apa Penjelasan tentang Positioning?
6. Apa penjelasan tentang Global Branding?
7. Apakah yang dimaksud dengan Local Brands versus Global Brands?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengerti tentang penjelasan pasar multidomestik versus pasar global
2. Agar mahasiswa dapat mengerti tentang gambaran umum pasar global
3. dapat mengetahui tentang segmentasi global
4. dapat mengetahui penjelasan tentang global targeting
5. agar mahasiswa dapat mengerti tentang positioning
6. agar mahasiswa dapat mengerti tentang Global Branding
7. dapat mengetahui tentang local brands versus global brands










BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pasar Multidomestik versus Pasar Global
            Konsumen di negara yang berbeda cenderung berpikir, berbicara, dan produk penting sikap, dan norma sosial juga bervariasi antar negara. Seberapa penting persepsi terhadap kualitas, sikap terhadap produk buatan luar negeri, dan sejauh mana konsumen cenderung mematuhi norma-norma sosial, berpengaruh besar terhadap perbedaan proses pembelian yang di lakukan oleh konsumen diberbagai negara. Contonya, konsumen australia mulai cenderung menyukai produk buatan dalam negeri yang dilabeli “Australian-made”, “Australian-owned”, dan sejenisnya. Sementara itu, konsumen di banyak negara berkembang cenderung lebih menyukai produk-produk buatan luar negeri, terutama dari Amerika, Jepang, Inggris, Jerman, dan negara maju lainnya.
            Selain itu, preferensi dalam hal warna, rasa, bentuk, ukuran, dan sejenisnya juga berbeda-beda antar budaya. Perbedaan dalam hal tradisi, budaya, dan fashion ini melandasi konsep pasar multidomestik (multidomestic markets). Konsep yang pertama kali dikemukakan oleh Hout, Porter dan Rudden (1982) ini dapat didefinisikan sebagai “pasar-pasar produk yang memilki perbedaan signifikan dalam hal pereferensi dan tuntutan fungsional konsumen lokal”. Kategori produk yang umumnya termasuk dalam tipe pasar multidomestik meliputi makanan, minuman, pakaian, dan hiburan. Dalam ketegori seperti ini, banyak konsumen yang lebih menyukai variasi produk lokal (domestik).
            Pasar multidomestik mencerminkan variasi faktor budaya, religius, sosial, sumber daya alam, dan iklim. Implikasinya, perusahaan yang ingin memasarkan produknya di pasar multidomestik harus mampu mengadaptasi produk dan jasanya sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan preferensi lokal di masing-masing negara yang dimasuki. Adaptasi yang dilakukan bisa berupa perubahan kandungan gula dan garam (produk makanan), corak warna dan bentuk kemasan (makanan dan minuman), ukuran (pakaian), dan seterusnya.
            Sementara itu, pasar global juga berkembang pada saat bersamaan. Banyak pasar produk yang tidak bersifat multidomestik, terutama pada kategori produk yang memilki kandungan teknologi tinggi, misalnya mobil, televisi, komputer personal, dan telepon genggam. Preferensi konsumen pada kategori produk semacam itu tidakdibentuk oleh tradisi, iklim, maupun nilai kultural dasar, namun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan keinginan individual. Implikasinya, segmentasi berdasarkan negara lebih cocok untuk pasar multidomestik, sementara untuk pasar global hal itu cenderung tidak terlalu relevan.
            Pasar global (global markets) bisa didefinisikan sebagai “pasar yang memiliki kesamaan preferensi konsumen di antara berbagai negara”. Di dalam negara yang sama, bisa jadi terdapat berbagai macam segmen konsumen yang memiliki preferensi berbeda-beda, namun batas-batas antar negara bukanlah pemisah segmen yang signifikan.
B.  Gambaran Umum Pasar Global
            Sejak Perang Dunia 2 berakhir, semakin banyak negara yang berminat untuk menjalin kerja sama ekonomi. Keinginan ini sebenarnya dipicu oleh suksesnya pembentukan Masyarakat Eropa (European Comunity) yang diilhami oleh perekonomian Amerika. Ada banyak tingkatan kerja sama ekonomi, mulai dari kesepakatan antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan dagang di antara mereka, sampai integrasi ekonomi sepenuhnya di antara perekonomian dua atau lebih negara. Contoh terkenal dari kesepakatan preferensial dalam abad 20 adalah sistem preferensi British Commonwealth yang melibatkan Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, India dan beberapa bekas kolonia Inggris di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Keputusan Inggris untuk bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa mengakibatkan pudarnya sistem tersebut dan menggambarkan dinamika kerja sama ekonomi internasional. Secara garis besar, terdapat empat tingkatan kerja sama dan integrasi ekonomi.
1.      Free Trade Area. Kawasan perdagangan bebas (free trade area) merupakan sekelompok negara yang sepakat untuk menghapus semua hambatan dagang internal di antara anggotanya.
2.       Custom union. Bentuk integrasi ini merupakan evolusi logis dari kawasan perdagangan bebas. Selain menghapus hambatan dagang internal, para anggota customs union sepakat untuk menegakkan hambatan dagang eksternal.
3.      Cammon market. Dalam common market, hambatan atas aliran faktor produksi (tenaga kerja dan modal) di antara negara anggota dihapuskan.
4.      Economic union. Evolusi penuh dari economic union meliputi penciptaan satu bank sentral tunggal, penggunaan mata uang tunggal, dan kebijakan bersama dalam pertanian, pelayanan sosial dan kesejahteraan, perkembangan regional, transportasi, pajak, persaingan, merger, konstruksi dan bangunan, dan seterusnya.
Dalam konteks global, terdapat organisasi WTO (World Trade Organization) yang berdiri sejak tanggal 1 januari 1995, menggantikan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Dengan kantor pusatnya di Jenewa, WTO bertujuan memfasilitasi perdagangan bebas global dalam sektor barang dan jasa, serta berperan sebagai mediator netral dalam menyelesaikan berbagai sengketa dagang global.
C.  Segmentasi Global
            Segmentasi pasar adalah proses memlih suatu pasar ke dalam berbagai kelompok pelanggan yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Setiap kelompok bisa dipilih sebagai pasar sasaran untuk dilayani dengan strategi pemasaran  tersendiri. Proses ini bermula dari penentuan basis segmentasi, yaitu faktor produk spesifik yang merefleksikan perbedaan-perbedaan dalam tuntutan pelanggan atau daya tanggap terhadap variabel pemasaran (di antaranya perilaku pembelian, penggunaan, manfaat yang dicari, minat, preferensi, atau loyalitas).
            Segmentasi pasar global merupakan proses membagi pasar dunia ke dalam berbagai kelompok pelanggan yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Bila pula segmentasi pasar global diartikan sebagai proses mengidentifikasi segmen-segmen spesifik (baik kelompok negara maupun kelompok konsumen individual) yang terdiri atas pelanggan potensial dengan atribut-atribut homogen yang mungkin menunjukkan perilaku pembelian serupa.
            Menurut Theodore Levitt (1983) dalam artikelnya berjudul “ The Globalization of Markets”, dengan dilandasi keinginan untuk mencari variasi, konsumen di berbagai negara bisa memiliki kebutuhan dan preferensi yang sama. Akibatnya, terbentuklah apa yang disebut multiple national markets. Oleh sebab itu, makanan etnis atau regional seperti sushi, pizza, atau hamburger bisa dibutuhkan di mana-mana. Levittmenyebut tren ini sebagai “pluralization of consumption” dan “segment simultaneity” yang memberikan peluang bagi para pemasar untuk menargetkan segmen dalam skala global.
            Dewasa ini perusahaan-perusahaan global melakukan segmentasi pasar dunia berdasarkan salah satu atau beberapa kriteria kunci: geografis, demografis (termasuk pendapatan nasional dan jumlah populasi), psikografis (nilai, sikap, dan gaya hidup), karakteristik perilaku, dan manfaat yang dicari (benefits sought). Pasar nasional juga bisa disegmentasi berdasarkan lingkungannya (misalnya, ada tidaknya regulasi pemerintah dalam industry tertentu). Cara lain adalah dengan melakukan segmentasi horizontal berdasarkan kategori pemakai produk.
1. Segmentasi Geografis
            Segmentasi geografis membagi dunia menjadi kelompok-kelompok geografis, seperti Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Tenggara, Timur Tengah, Amerika Latin,  Australia, dan lain sebagainya. Keunggulan utama segmentasi geografis adalah kedekatannya (proximity), di mana pasar pada segmen yang sama relatif dekat satu sama lain dan mudah didatangi pada kunjungan yang sama atau dihubungi dalam zone waktu yang sama. Namun, segmentasi geografis memiliki keterbatasan pokok, yaitu fakta bahwa beberapa pasar berada dalam kawasan geografis yang sama tidak lantas berarti bahwa pasar-pasar tersebut benar-benar sama. Jepang dan Vietnam, misalnya, sama-sama terletak Asia, namun Jepang berpendapatan tinggi dan teknologi negara pasca-industri, sementara Vietnam termasuk negara berkembang dengan penghasilan rendah.Perbedaan antara kedua negara ini justru melebihi kesamaan yang ada. Menurut Simon (dikutip dalam Keegan 1999), kawasan geografis merupakan basis segmentasi yang peringkatnya paling rendah dibandingkan kriteria lain seperti aplikasi, kelompok pelanggan, produk/teknologi, tingkat harga, dan kualitas.
2.Segmentasi Demografis
            Segmentasi demografis didasarkan pada karakteristik terukur dari populasi, seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan.Sejumlah tren demografis (seperti semakin sedikit pasangan yang menikah, semakin sedikit jumlah anak dalam keluarga, perubahan peran perempuan, dan meningkatnya pendapatan serta standar hidup) merupakan pendorong munculnya segmen global.
            Bagi sebagian besar produk konsumen dan industri, pendapatan nasional merupakan satu-satunya varibel segmentasi paling penting dan merupakan indikator potensi pasar. Pendapatan per kapita tahunan sangat bervariasi di pasar dunia, dari serendah US$90 di Mozambique sampai stinggi US$42,000 di Luxembrug. Pendekatan  tradisional terhadapt segmen berpenghasilan tinggi, sedang, dan rendah. Perusahaan biasanya menjadikan negara dengan tingkat pendapatan tertinggi sebagai targetnya.
            Banyak perusahaan global yang juga menyadari bahwa untuk produk-produk yang harganya cukup rendah (misalnya, rokok, minuman ringan, pulpen, dan beberapa barang dalam kemasan lainya), jumlah penduduk merupakan variabel segmentasi yang lebih penting daripada pendapatan. Oleh sebab itu, RRC dan India dengan penduduk masing-masing 1,2 milyar dan 965 juta merupakan pasar sasaran yang atraktif bagi perusahaan-perusahaan yang menjual produk konsumen dengan harga jual rendah.
            Usia merupakan variabel demografis yang juga tak kalah pentingnya. Salah satu segmen global berbasis demografis adalah global teenagers, yaitu anak muda berusia antara 12 dan 19 tahun.
            Segmen global lain yang tak kalah pentingnya adalah global elite, yakni konsumen yang lebih tua,lebih makmur,banyak berpergian, dan mempunyai uang untuk membeli produk-produk bergengsi dengan citra eksklusif. Kebutuhan dan keinginan segmen ini tersebar di antara berbagai kategori produk : barang tahan lama (mobil lux); barang tidak tahan lama (minuman kelas atas seperti champagne yang langka); dan jasa finansial (kartu gold dan platinum American express). Perubahan teknologi dalam telekomunikasi memudahkan untuk membidik segmen elite global.
3. Segmentasi Psikografis
      Segmentasi psikografis adalah proses pengelompokan orang dalam hal sikap, nilai, dan gaya hidupnya. Umumnya data diperoleh dari kuesioner yang meminta responden untuk mengungkapkan sejauh mana mereka setuju dengan  sejumlah pernyataan.
4.  Segmentasi Perilaku
            Segmentasi perilaku berfokus pada apakah orang membeli dan menggunakan suatu produk atau tidak, di samping seberapa sering dan berapa banyak yang dipakainya. Dengan demikian, konsumen bisa dikelompokkan berdasarkan tingkat pemakaian menjadi: pemakai kelas berat, pemakai sedang, pemakai ringan, dan bukan pemakai. Konsumen juga bisa disegmentasikan berdasarkan status pemakai menjadi: pemakai potensial, bukan pemakai, mantan pemakai, pemakai regular, pemakai pertama kali, dan pemakai produk pesaing.
5. Segmentasi manfaat
            Segmentasi manfaat global berfokus pada pembilang dari persamaan nilai (value equation): Value = Benefit/Price. Pendekatan ini dapat memberikan hasil yang memuaskan melalui pemahaman superior pemasar atas masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu produk atau manfaat yang ditawarkannya, terlepas dari wilayah geografisnya. Contohnya, Nestle mendapati bahwa sikap para pemilik kucing terhadap pemberian makan binatang kesayangannya tidak berbeda di mana pun. Sebagai langkah tindak lanjutnya, dirancang kampanye promosi di seluruh Eropa untuk Friskies, sebuah merek dry cat food.
6.  Segmentasi Vertikal Versus Horizontal
            Segmentasi vertical didasarkan pada kategori produk atau modalitas dan titik harga. Sebagai contoh, dalam medical imaging terdapat X-ray, Computed Axial Tomography (CAT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan lain-lain. Setiap modalitas memiliki titik penetapan harganya masing-masing. Titik harga ini merupakan cara tradisional dalam mensegmentasikan pasar medical imaging.
D. Global Targeting
            Global targeting merupakan proses mengevaluasi dan membandingkan segmentasi pasar global, serta memilih satu atau lebih diantaranya sebagai pasar sasaran yang dinilai berpotensi paling besar untuk dilayani secara efektif dan efisien.
Penetapan pasar global bisa dilakukan dengan menggunakan dua kriteria utama, yaitu potensi dan kapabilitas. Potensi menyangkut enam aspek krusial yang terdiri atas:
(1)  Ukuran dan potensi pertumbuhan pasar ‘sesungguhnya’,
(2)  Kemungkinan akseptansi konsumen,
(3)  Struktur persaingan,
(4)  Situasi lingkungan politik/hukum, ekonomi, dan sosiokultural,
(5)  Akses ke jaringan yang sudah ada; dan
(6)  Ketersediaan mitra local yang kapabel dan bersedia bekerja sama,
 sedangkan kapabilitas berhubungan dengan lima factor:
(1)  Kesiapan memasuki pasar internasional/pengalaman di luar negeri,
(2)  Kelangkaan dan kekritisan kompetensi,
(3)  Sumber daya waktu, manusia, dan kas,
(4)  Attitudinal commitment; dan
(5)  Tujuan (merespon persaingan, aliran kas, pangsa pasar atau volume, dan entri pasar pendahuluan).
Setelah segmen pasar telah dievaluasi dengan cermat, perusahaan global perlu menetapkan strategi targeting sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga alternatif strategi positioning yang bisa dipilih, yaitu:
1.      Standardlized Global Marketing. Strategi ini analog dengan pemasaran massal dalam pemasaran domestic, di mana perusahaan menawarkan bauran pemasaran yang sama kepada semua pelanggan potensial yang ingin dilayani, maka dibutuhkan distribusi ekstensif di sebanyak mungkin gerai ritel.
2.      Concentrated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan merancang bauran pemasaran untuk menjangkau segmen tunggal  dalam pasar global.
3.      Differentiated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan global menargetkan dua atau lebih segmen pasar yang berbeda dan melayani mereka dengan bauran pemasaran yang berbeda pula. Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk mencapai market coverage yang lebih luas.
E.   Global Positioning
            Pada prinsipnya, positioning berusaha menempatkan produk dalam benak pelanggan sasaran sedemikian rupa, sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan produk pesaing. Posisi yang unik dan unggul ini didapatkan dari berbagai diferensiasi, seperti: produk (fitur, kinerja, kualitas, daya tahan, dan seterusnya); layanan (pengantaran, instalasi, layanan purna jual, dan garansi); personil (reliabilitas, empati, kapabilitas, dan kompetensi); saluran distribusi (coverage dan jaringan); dan citra (simbolisme, merek, dan reputasi perusahaan).
            Positioning harus menawarkan manfaat-manfaat tertentu yang diwujudkan dalam proposisi nilai (value proposition) perusahaan. Proposisi nilai ini terdiri atas 3 manfaat utama: manfaat fungsional (atribut kinerja), manfaat emosional (citra), dan manfaat ekonomik (harga). Sementara itu, basis positioning bisa 6 macam: atribut atau manfaat; kualitas/harga; pemakaian atau aplikasi; pemakai; high-tech positioning; dan high-touch positioning.


Sebagai contoh, proposisi nilai McDonald’s dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Manfaat fungsional: hamburger, kentang goreng, minuman ringan, dan makanan lainnya yang bercita rasa; bonus ekstra seperti tempat bermain, hadiah, dan games;
2.      Manfaat emosional: bagi anak-anak (rasa senang lewat kebahagiaan pesta ulang tahun, relasi dengan karakter-karakter tertentu, dan saat-saat istimewa keluarga); bagi orang dewasa (kehangatan dalam acara-acara dan pengalaman keluarga yang diperkuat dengan iklan);
3.      Manfaat ekonomik: biaya rendah, value for money.
            Dalam konteks pemasaran global, muncul masalah berkenaan dengan sejauh mana positioning nasional bisa diinternasionalisasikan. Hal ini karena merek yang sama bisa saja memenuhi kebutuhan yang berbeda di pasar negara lain (untuk segmen pasar yang berbeda), seperti halnya kebutuhan yang sama dapat dipenuhi dengan berbagai macam cara. Dalam hal ini terdapat empat isu strategic utama:
(1)  Segmen sasaran,
(2)  Proporsi nilai,
(3)  Ruang positioning berdasarkan peta perseptual; dan
(4) Standarisasi versus adaptasi.
Keempat isu ini bisa dijabarkan menjadi beberapa aspek kunci:
a.       Merek dan produk yang sifatnya culture free versus culture bound. Pada umumnya, barang konsumen tergolong culture bound, sedangkan barang industrial termasuk culture free.
b.      Segmentasi, menyangkut kluster manfaat dan karakteristik profil yang ada.
c.       Prioritas manfaat yang ditetapkan.
d.      Positioning pesaing dalam benak konsumen.
e.       Status dan stereotyping tentang negara asal (country of origin).
F.  Global Branding
            Seperti halnya positioning, isu pokok dalam global branding menyangkut standarisasi (menggunakan satu merek global) versus adaptasi (beberapa merek nasional berbeda). Penggunaan satu merek global tidak mungkin dilakukan jika:
1.      Namanya sudah digunakan oleh perusahaan lain. Contohnya, di Australia nama Burger King telah lebih dulu digunakan oleh sebuah restoran siap saji di perth. Akibatnya, sewaktu Burger King masuk Australia, nama yang dipakai adalah Hungry Jack.
2.      Nama (dan juga logo) yang dipakai bisa memiliki konotasi budaya yang berbeda. Sebagai contoh, Carlsberg harus menambahkan gambar satu ekor gajah lagi pada label birnya yang semula bergambar dua ekor gajah untuk keperluan iklan di Afrika. Penyebabnya adalah kepercayaan setempat yang menganggap dua ekor gajah merupakan symbol nasib buruk.

Ada tuntutan untuk menerjemahkan nama merek ke dalam bahasa local, misalnya di RRC, jepang, dan negara-negara lainnya. Secara garis besar, standarisasi merek global maupun adaptasi merek local memiliki keunggulan dan  kelemahannya masing-masing.
             Isu lain tak kalah menariknya adalah mengembangkan, mengelola, dan mengukur brand equity di masing-masing pasar yang dimasuki. Brand equity dapat didefinisikan sebagai “serangkaian memori dalam bentuk pelanggan, anggota saluran distribusi, perusahaan induk, dan anggota utama lain dari jejaring bisnis merek tertentu yang bisa berdampak pada aliran kas dan profitabilitas masa datang” (Ambler & Styles, 2000, p. 123). Memori dalam definisi ini mencakup “procedural memory” (apa yang telah kita pelajari tentang cara melakukan sesuatu, kebiasaan, dan perilaku) dan “declarative memory” (apa yang kita ingat).
G.  Local Brans Versus Global Brands
            Seiring dengan derasnya arus globalisasi, perusahaan-perusahaan berusaha menciptakan merek-merek global (global brands) dan secara agresif berupaya mencari pasar-pasar potensial di seluruh belahan dunia.
            Terlepas dari debat konseptual mengenai istilah merek global, satu hal yang pasti adalah dampaknya terhadap merek-merek local atau domestic.Merek global biasanya didukung dengan sejumlah keunggulan, seperti skala ekonomis, lingkup ekonomis, international recognition, jaringan distribusi global, dan kekuatan finansial perusahaan pemiliknya. Faktor inilah yang membuat merek-merek global mampu menerobos banyak pasar di berbagai penjuru dunia. Oleh sebab itu, merek local (local brands) perlu diklasifikasikan secara lebih sistematis dan akurat. Salah satu tipologi lain yang ditawarkan adalah klasifikasi berdasarkan dua dimensi utama: asal (origin) dan kepemilikan (ownership). Empat kategori utama perspektif merek local sebagai berikut:
1. Original local brands. kategori ini mencakup merek-merek yang berasal dari negara setempat/local dan dimiliki oleh orang/perusahaan local. Contohnya antara lain rokok Djarum Super, jamu Nyonya Meneer, Kopi Kapal Api, harian Kompas, harian Kedaulatan Rakyat, dan seterusnya.
2. Quasi local brands. Ketegori ini terdiri dari merek-merek yang berasal dari negara local, namun dimiliki oleh orang/perusahaan asing. Kategori ini terdiri atas dua bentuk (Tjiptono, 2003). Pertama, original local brands yang dibeli oleh perusahaan multinasional, tetapi nama merek lokalnya dipertahankan. Sebagai contoh, air mineral kemasan Ades dibeli The Coca-Cola Company; dan the sariwangi dibeli PT Unilever Indonesia, Tbk. Kedua, merek local yang dikembangkan dan dipasarkan secara khusus untuk pasar domestic tertentu oleh perusahaan multinasional. Contohnya, PT Unilever Indonesia, Tbk. Mengembangkan dan memasarkan Citra hand and body lotion di pasar Indonesia.
3. Acquired local brands. Kategori ini meliputi merek-merek yang berasal dari negara lain, namun dimiliki oleh orang/perusahaan local.
4. Foreign brands. Kategori ini merupakan kebalikan dari original local brands. Foreign brands berasal dari luar negeri dan dimiliki orang/perusahaan asing. Contohnya, Levi’s, McDonald’s, Pepsi,  Adidas, Marlboro, Coca-Cola, dan seterusnya.
            Secara umum, setiap negara (termasuk negara berkembang) memiliki original local brands yang kuat. Merek-merek semacam ini bukan saja mampu bertahan hidup dalam era globalisasi dan pasar bebas, tetapi juga memainkan peranan signifikan di pasar domestiknya masing-masing. Sebagai contoh, tujuh dari sepuluh merek terbaik di china adalah merek-merek local, di antaranya china telecom, mudan credit cards, industrial and commercial bank of china, sofu.com, dan legend computers, yang menempati peringkat lebih tinggi dibandingkan McDonald’s dan Coca-cola (Asiainfo Daily china news, 2001; Tomkins, 2001). India juga memiliki sejumlah merek local yang sukses, seperti VIP Industries, UB Group, Thermax, Bajaj Auto, A.V. Birla Group, dan Arvind Mill (Das, 1997), consumer ethnocentrism (balabanis, et al., 2001; good & hudleston, 1995; Herche, 1994; netemeyer, et al., 1991; rawwas, et al., 1996; samiee, 1994; sharma, et al., 1995; shimp & sharma, 1987), consumer animosity (klein, et al., 1998), dan perceived brand globalness (steenkamp, et al., 2003).
  


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Konsumen di negara yang berbeda cenderung berpikir, berbicara, dan produk penting sikap, dan norma sosial juga bervariasi antar negara. Seberapa penting persepsi terhadap kualitas, sikap terhadap produk buatan luar negeri, dan sejauh mana konsumen cenderung mematuhi norma-norma sosial, berpengaruh besar terhadap perbedaan proses pembelian yang di lakukan oleh konsumen diberbagai negara.
            Segmentasi pasar global merupakan proses membagi pasar dunia ke dalam berbagai kelompok pelanggan yang berperilaku sama atau memiliki kebutuhan serupa. Bila pula segmentasi pasar global diartikan sebagai proses mengidentifikasi segmen-segmen spesifik (baik kelompok negara maupun kelompok konsumen individual) yang terdiri atas pelanggan potensial dengan atribut-atribut homogen yang mungkin menunjukkan perilaku pembelian serupa.



DAFTAR PUSTAKA
Chandra Gregorius, Tjiptono, Yanto.2004. Pemasaran Global : Internasional dan Internetisasi.Yogyakarta:Andi
https://plus.google.com/113063161096821540143/posts/R215CsN4hRP (di akses tgl 22 feb 2018 jam 15.30 wib )

Makalah Urgensi integrasi nasional sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan bangsa


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bantuan moral maupun material.
            Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
                                                                                                                                               
                                                                                                                      28 Februari 2018
                                                                                                                          
                                                                                                                      Kelompok 3










DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................             i
Daftar Isi.......................................................................................................             ii
Bab I Pendahuluan
            A. Latar Belakang Masalah................................................................             1
            B. Rumusan Masalah..........................................................................             1
            C. Tujuan Penulisan............................................................................             2
Bab II Pembahasan
            A. Menelusuri konsep dan urgensi integrasi NKRI............................             3
            B. Pentingnya integrasi NKRI...........................................................             4
            C. Tantangan dalam membangun integrasi.........................................             7
            D. Mendeskripsikan esensi dan urgensi integrasi nasional.................             9
            E. Upaya mengatasi masalah tantangan.............................................             11
Bab III Penutup
            A. Kesimpulan....................................................................................             15
            B. Saran..............................................................................................             15
Daftar Pustaka.............................................................................................             16


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
            Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan persatuan dan kesatuan untuk membangun bangsa dan negara agar mampu hidup sejajar dengan bangsa dan negara lain. Karena dengan kukuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang merupakan berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan menjadi dasar dilaksanakanya pembangunan disegala bidang. Persatuan dan kesatuan pada hakikatnya adalah suatu keadaan yang menunjukan adanya kebutuhan dan berbagai corak ragam atau unsur yang menjadi suatu kebulatan yang utuh. Hasrat untuk bersatu tercermin dalam sila ke tiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia.
            Negara Indonesia memiliki wilayah yang luas, jumlah ras penduduk yang banyak, kebhinekaan rakyat serta hubungan dengan bangsa lain harus dibina untuk mewujudkan kerjasama yang baik. Berbagai hambatan dan tantangan yang pernah dialami dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan datang silih berganti. Kalau rasa persatuan dan kesatuan kita pudar, maka besar kemungkinan muncul konflik seperti adanya perkelahian antar pelajar, perkelahian antar warga desa yang bisa berkembang menjadi perang antar suku, ras, agama dan hal ini akan mengancam integrasi bangsa Indonesia. Sehingga persatuan dan kesatuan bangsa semestinya dikembangkan dan dibiasakan mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagimana Menelusuri Konsep dan Urgensi Integrasi NKRI?
2. Apakah Pentingnya Integrasi NKRI?
3. Bagaimana Tantangan dalam membangun integrasi?
4. Bagaimana Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Integrasi Nasional?
5. Bagaimana Upaya Mengatasi Masalah Tantangan?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui konsep dan urgrnsi integrasi NKRI
2. Memahami pentingnya integrasi NKRI
3. Mengetahui tantangan dalam membangun integrasi
4.Mengetahui esensi dan uregnsi integrasi nasional
5. Memahami upaya mengatasi masalah tantangan


BAB II
PEMBAHASAN

            Dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state) selalu dihadapkan pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman orang –orang yang ada di dalamnya agar memiliki rasa persatuan, kehendak untuk bersatu dan secara bersama bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin suatu negara-bangsa bisa membangun, jika orang-orang yang ada di dalam negara tersebut tidak mau bersatu, tidak memiliki perasaan sebagai satu kesatuan, dan tidak bersedia mengikatkan diri sebagai satu bangsa.
            Suatu negara-bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang dinamakan integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negara-bangsa yang mampu membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya. Integrasi nasional merupakan salah satu tolak ukur persatuan dan kesatuan bangsa.
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Integrasi NKRI
1. Makna Integrasi Nasional
            Marilah kita telusuri istilah integrasi nasional ini. Kita dapat menguraikan istilah tersebut dari dua pengertian: secara etimologi dan terminologi. Etimologi adalah studi yang mempelajari asal usul kata, sejarahnya dan juga perubahan yang terjadi dari kata itu. Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata pembentuk istilah tersebut.Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata integrasi dan nasional.
            Sekarang, kita telusuri pengertian integrasi nasional secara terminologi. Terminologi dapat diartikan penggunaan kata sebagai suatu istilah yang telah dihubungkan dengan konteks tertentu. Konsep integrasi nasional dihubungkan dengan konteks tertentu dan umumnya dikemukakan oleh para ahlinya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian integrasi nasonal dalam konteks Indonesia dari para ahli:

Nama                                       Pengertian Integrasi Nasional
Saafroedin Bahar (1996)         Upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan                                                         pemerintah dan wilayahnya
Riza Noer Arfani (2001)         Pembentukan suatu identitas nasional dan penyatuan berbagai                                             kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu kesatuan wilayah

Secara Umum
            Integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama dan daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan bahwa kita semua adalah satu. Jenis integrasi ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur.
Jenis Integrasi
Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi nasional. Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik. Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi bangsa, integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5) integrasi tingkah laku (perilaku integratif).
B. Pentingnya Integrasi NKRI
            Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka, faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting bagi pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja bersama.
            Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan rakyatnya terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang disepakati. Hal demikian memerlukan integrasi politik.Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945, membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini.
            Pertama, dikarenakan pemerintah kolonial Belanda sebelumnya tidak pernah memikirkan tentang perlunya membangun kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Yang dilakukan penjajah adalah membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan guna kepentingan integrasi kolonial itu sendiri. Jadi, setelah merdeka, kita perlu menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi bangsa.
            Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian-pertalian primordial yang merupakan unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan-kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan kesetiaan etnik adalah sesuatu yang alami, bersifat primer.
            Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang diciptakan (identitas nasional). Misalnya; bahasa nasional, simbol negara , semboyan nasional, ideologi nasional dan sebagainya.
Integrasi versus Disintegrasi           
            Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan, keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi dapat diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara unsur unsur yang ada. Jika integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan konflik atau perseturuan dan pertentangan.
            Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat suatu bangsa pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya yang terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki banyak ragam, misalkan pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan perang.
Apakah bangsa Indonesia pernah mengalami integrasi sebelum merdeka tanggal 17 Agustus 1945?

1. Perkembangan sejarah integrasi di Indonesia
            Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka. Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia.
a. Model integrasi imperium Majapahit
            Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara-saudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand).
b.  Model integrasi kolonial
            Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.
c. Model integrasi nasional Indonesia
            Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah.
Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
C. Tantangan dalam membangun integrasi
            Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya.
            Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan.
            Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam integrasi horizontal di Indonesia.
Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk terus menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin mau mendengar keluhan rakyat, mau turun kebawah, dan dekat dengan kelompok-kelompok yang merasa dipinggirkan.
            Tantangan dari dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional Indonesia tersebut semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri. Tindakan ini kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok. Bersamaan dengan itu demonstrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkhis.
            Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.
            Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horizontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.
            Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di mana keberadaan negara-bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mangabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat. Di sisi lain, tantangan integrasi juga dapat dikaitkan dengan aspek aspek lain dalam integrasi yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya.
D. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Integrasi Nasional
            Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik material seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan.Di sisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
            Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apa pun kondisinya, integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Berikut faktor-faktor yang memicu terjadinya pertentangan dalam masyarakat.
1. Faktor Amarah
            Amarahlah yang menyebabkan para warga desa  melakukan pembalasan kepada satu sama lainnya, dan semuannya berujung pada kelajutan konflik yang tiada berujung dan melebar.
2. Faktor Biologis
            Para warga yang ikut dalam perkelahian atau bentrokan  antar 2 desa atau warga ini tidak dipengaruhi oleh gen keturunan orang tua  mereka yang tidak agresif atau suka mengagangu orang lain. Karena itu apabila ada perkelahian antar warga terjadi mereka hanya sebatas ikut-ikutan dan rasa solidaritas saja.
 3. Faktor Kesenjangan Generasi
            Sehubungan dengan adanya perbedaan dan atau jurang pemisah (gap) antar generasi yaitu anak dengan orangtua dapat terlihat dari bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan tidak harmonis. Hal ini ketika ada rombongan anak muda yang diberi nasihat ketika ada hiburan agar tidak melakukan kekerasan dan mabuk-mabukan tidak digubris. Yang semakin jelas ketika menyangkut hutan yaitu agar tidak melakukan penebangan pohon jati mereka warga suka juga melakukan penebangan kayu.
4. Lingkungan
            Antara warga ke 2 desa yang masing masing keluarga memiliki sejata api atau senjata tradisional yang dengan bebas di miliki oleh oara warga di Indonesia bagian timur tersebut maka tak heran lingkuangan sangat mempengaruhi kejadian tersebut dijadikan ajang pembalasan dendam ketika ada kasus dahulu yang belum selesai.5.  Peran Belajar Model Kekerasan Pengaruh terjadinya kekesaran atau tindakan anarkis di kalangan masyarakat di Indonesia salah satunya disebabkan oleh adanya teknologi yang berkembang contohnya TV atau  playstion.
Faktor faktor yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa :
1. Keutuhan dan kedaulatan wilayah negara dari Sabang sampai Merauke.
2. Pancasila dan UUD 1945 sebagai acuan dasar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Konsep wawasan nusantara dan ketahanan sebagai acuan operasional.
4. Kekayaan budaya bangsa Indonesia termasuk hasil hasil pembangunan.


E. Upaya Mengatasi Masalah Tantangan
            Untuk dapat mengatasi masalah Tantangan dan permasalahan dalam upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa memerlukan kesadaran individu maupun kesadaran besama atau kolektif.
1. Secara individual, masing-masing kita harus memiliki kesadaran bahwa ada perbedaan diantara kita. Kesadaran bahwa kita beda, lalu diteruskan melalui dialog lewat interaksi sosial untuk bisa saling memberi dan saling menerima dalam kesetaraan. Lewat kesadaran individual  masing-masing kita mencoba untuk mencari dan merumuskan kesepakatan-kesepakatan sosial tanpa harus kehilangan jati diri, karakteristik masing-masing. Ego dan super ego untuk selalu berkuasa dan ingin tampil terbaik akan terakomodasi melalui kesepakatan sosial yang terbangun. Pencerahan individu ini dapat dilakukan melalui penyingkiran sumber derita dari keterasingan, adanya keinginan yang berlebihan, tahta, nafsu atau dorongan, (hal ini memang sangat filosofis dan mengacu pada ajaran dan nilai agama).
2. Secara besama atau kolektif, konflik sosial yang terjadi merupakan buah dari disparitas sosial, ekonomi dan politik yang berdampak adanya pengebiran terhadap hak-hak sekelompok orang oleh kelompok orang yang lainnya. Hal ini terjadi biasanya diawali oleh adanya pengingkaran atas komitmen atau kontrak sosial yang telah dibangun, adanya ketidakadilan, ketidaksetaraan dan sikap eklusivitas antar kelompok satu dengan yang lainnya. Untuk itu langkah struktural yang bersifat preventif yang dapat dilakukan dalam mengatasi konflik sosial, ekonomi dan politik bahkan bisa merembet ke persoalan konflik SARA adalah:
1. Secara terus menerus membangun  komitmen persatuan dan kesatuan sehingga tidak ada dusta diantara kita;
2. Secara terus menerus melakukan revitalisasi nilai yang memang bergerak bersamaan dengan perubahan sosial;
3. Mengembangkan sikap dan perilaku segilik, seguluk, selunglung sebayan taka, paras paros sarpanaya;
4. Mengembangkan kesadaran menyama braya sebagai simbol kehidupan bersama sebagai satu kesatuan keluarga;
5. Membangun solideritas sosial, kepedulian sosial dan interkasi sosial yang intens, hal ini penting dilakukan untuk menghindari tumbuhnya sikap individulis dan eklusifistis dikalangan kelompok-kelompok sosial;
6. Cinta Tanah Air
Sebagai warga negara Indonesia kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain:
a.       Menjaga keamanan wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar maupun dari   dalam negeri.
b.      Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
c.       Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem guna meningkatkan kesejahteraan   rakyat.
d.      Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin untuk diabdikan kepada negara.
7. Membina Persatuan dan Kesatuan
Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di manapun kita berada, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Tindakan yang menunjukkan usaha membina persatuan dan kesatuan, antara lain:
a.       Menyelenggarakan kerja sama antar daerah.
b.      Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.
c.       Memberi bantuan tanpa membedakan suku bangsa atau asal daerah.
d.      Mempelajari berbagai kesenian dari daerah lain,
e.       Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
f.       Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain, serta tidak mudah marah atau menyimpan dendam.
g.      Menerima teman tanpa mempertimbangkan perbedaan suku, agama, maupun bahasa dan kebudayaan
8. Rela Berkorban
Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Partisipasi dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
9. Partisipasi tenaga
a.       Partisipasi pikiran
10. Pengetahuan Budaya dalam Mempertahankan NKRI
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional. Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan perencanaan yang matang diantaranya adalah sebagai berikut
·         Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki
            kemampuannya.
·         Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai    sektor kehidupan.
·         Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri / regional.
·         Kesiapan perekonomian rakyat.
            Di bidang Pertahanan Negara, kemajuan tersebut sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Oleh karena itu kebijakan strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman atau gangguan terhadap keamanah nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan untuk menghadapi ancaman tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan nasional dan tugas-tugas internasional.
11. Sikap dan Perilaku Menjaga Kesatuan NKRI
Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI :
1.      Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
2.      Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan Negara dan mempererat persatuan bangsa.
3.      Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa.
4.      Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang saka merah putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
5.      Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.
6.      Menaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar Indonesia menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki maupun perempuan.



BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
            Integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga negara . Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama dan daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan bahwa kita semua adalah satu.
            Jenis integrasi ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur. Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keutuhan NKRI tidak hanya bermakna wilayah melainkan mencakup aspek sumber daya alam, sumber daya manusia dan seluruh khasanah budaya bangsa. Seluruh aspek harus dijaga dari gangguan pihak luar dan pihak dalam.
2. Perlu upaya sungguh-sungguh dan terencana untuk menjaga keutuhan NKRI. Salah satunya dengan membangun budaya sadar arsip oleh seluruh komponen bangsa.
3. Arsip adalah aset bangsa yang sangat penting dan tak tergantikan karena di dalamnya terekam data seluruh aspek keutuhan NKRI. Arsip akan menjadi bukti jika aspek-aspek tersebut dipersoalkan pihak lain. Arsip juga akan menjadi pusat memori dan sumber referensi bagi generasi mendatang untuk mengawal keutuhan NKRI.
B. SARAN
1.Sebaiknya kita memahami pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.
2. Membangun kesadaran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan persatuan dan kesatuan untuk membangun bangsa dan negara agar mampu hidup sejajar dengan bangsa dan negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Noor Ms.2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Riyanto, Astim. 2006. Negara Kesatuan. Bandung: Yapemdo